Hoegeng |
Kejadian menarik saat ini disajikan oleh
media. Beberapa waktu kita dibuat penasaran oleh seorang “Anak Jenderal”.
Seorang pemuda yang menekan petugas untuk memberinya ruang melintasi jalur
busway yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan selain Bus TransJakarta. Sebuah
keberanian luar biasa konyol untuk seorang mahasiswa yang mestinya paham betul
tentang pentingnya kejujuran. Akibat dari tindakan tersebut, keluarganya
mengalami kepanikan dan menanggungrasa malu yang luar biasa. Tapi kita patut
mengacungi jempol untuk orang tuanya yang bertanggungjawab dan menyatakan maaf.
Setidaknya orang tuanya masih merasa memiliki tanggungjawab pada anaknya
sekalipun dalam kondisi yang tidak sepatutnya.(Kompas).
Kejadian-kejadian demikian itu sebenarnya
adalah sebuah kondisi yang telah biasa kita temui dalam kehidupan sehari-hari
terutama di Jakarta. Bahwa media sekarang semakin jeli dan ditambah oleh
tumbuhnya keberanian kritis masyarakat dalam melihat situasi sekitarnya
menimbulkan sebuah gelombang kesadaran yang bertambah dahsyat. Bertemunya
dua sisi kebutuhan media dan kesadaran masyarakat ini mendorong fenomena umum
yang selama ini kita hadapi semakin ditarik ke permukaan dan menekan alam bawah
sadar kita. Menekannya sehingga
akhirnya setelah sekian masa kita berani
menyatakan ini keliru dan berani mendorongnya menjadi sebuah gerakan sosial
yang signifikan, tak lagi sebatas pada gerutu dan kekesalan di ruang terbatas.
Pemberitaan kedua mewakili fenomena
pelanggaran di ruang publik kemudian dilakukan oleh seorang ibu yang barangkali
jengah dengan macetnya Jakarta. Keberaniannya yang luar biasa membentak petugas
hingga turun sendiri membuka paksa pintu sekali lagi membuat kita tertawa
sekaligus miris. Tertawa karena sebenarnya ini bukan berita baru dan kali
ini ditampilkan oleh seorang perempuan. Miris karena berita “Anak Jenderal”
rasanya belum usai dan disambung oleh ibu pemberani ini. Keberanian yang sekali
lagi tidak merepresentasikan kesejatian keberanian sebagai stimulus untuk
memperbaiki keadaan. (Detik)
Media yang barangkali berkembang pesat
dewasa ini ditambah dengan tersedianya jejaring sosial bagi masyarakat luas
telah menunjukkan perannya. Sebuah peran yang sama dalam mendorong terbukanya
kesadaran dari kebiasaan-kebiasaan tradisional yang menjebak perkembangan
masyarakat kita menuju keadaan yang lebih beradab. Hal ini sudah banyak kali
ditunjukkan dengan beberapa kali konektivitas kesadaran masyarakat via jejaring
sosial dan didukung media berhasil menumbangkan tembok angkuh lembaga-lembaga
maupun pihak yang tidak adil. Pola ini tampaknya akan menghasilkan daya lebih
ketimbang sebatas membangun komentar-komentar di setiap pemberitaan.
Komentar-komentar yang kecil di tiap pemberitaan itu mestinya akan menjadi
lebih besar bila dikelola secara lebih lewat petisi maupun kampanye sosial
lainnya.
Tulisan ini adalah salah satu harapan
tertulis untuk mengajak banyak rekan dalam integrasi yang sama. Sekarang ruang
bersuara kian tak terbatas karena kehadiran teknologi media. Dalam kapasitas
yang terbatas , suara-suara kritis di media sosial perlu dikapitalisasi agar
menjadi kekuatan yang dapat mendesakkan kepentingan publik pada pihak-pihak
yang tidak memiliki integritas dalam pelayanan publik. Atau dalam bentuk yang
lain mendukung kebijakan publik yang mendapat perlawanan preman dengan membuat
petisi dan cara lain yang membuat kesadaran kritis makin terbangun. Lebih dari
itu agar ada pihak terkait yang segera mengambil perannya yang kerap diabaikan.
Hari ini kita menyaksikan sendiri
pemberitaan ketiga yang jauh lebih menarik. Masih berkaitan dengan pelanggaran
di jalur busway. Seorang supir TransJakarta turun dari bus dan menegur
seseorang yang dengan konyolnya memasuki jalur bus way dengan sepeda motornya.
Supir tersebut yang merupakan seorang perempuan dengan keberanian dan tanpa
takut bahkan menyita kunci motor pelaku yang tak lain adalah seorang oknum
Polisi. Bahwa kemudian kejadian tersebut membuat perjalanan busway agak
terganggu, namun pada sisi lain ia membuat perjalanan kesadaran kritis kita
kian berlanjut. Seorang oknum Polisi bahkan menunjukkan kekonyolan yang nyaris
menyebabkan kecelakaan. Bayangkan bila kejadian itu berujung pada kecelakaan,
bukankah yang akan dijerat adalah supir busway? Sementara oknum yang melanggar
itu sampai kini bahkan tidak diusut dan tidak ditilang sebagaimana didesak oleh
supir tersebut yang bernama Deliana,
Pramudi TransJakarta JTM060.
Dalam hal ini, kita akan melihat dengan
jeli. Pelanggar kali ini adalah benar-benar nyata “Anak Jenderal”. Sekalipun
sebatas anak buah, kita akan lihat apakah sikap ksatria yang seperti
ditunjukkan oleh Bapak dari Febri yang menipu petugas sebagai “Anak Jenderal”
akan diikuti. Sikap ksatria untuk meminta maaf atas kekurangajaran aparat
penegak hukum yang mengencingi hukum itu sendiri. Lebih dari itu maaf yang
benar-benar disertai sanksi, agar pernyataan sesumbar bahwa Anak Tuhan pun
bisa ditilang oleh seorang Pejabat Polda benar-benar dilaksanakan.
Mari kita tunggu Bapak dari “Anak Jenderal”
itu menunjukkan kapasitasnya. Mari tetap kawal berita ini dan kita kritisi
keteladanan para aparat dan pejabat publik lainnya …
Salam Integritas! Salam aktiPEACE!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar