Minggu, 04 Agustus 2013

"ANAK JENDERAL"

Hoegeng

Kejadian menarik saat ini disajikan oleh media. Beberapa waktu kita dibuat penasaran oleh seorang “Anak Jenderal”. Seorang pemuda yang menekan petugas untuk memberinya ruang melintasi jalur busway yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan selain Bus TransJakarta. Sebuah keberanian luar biasa konyol untuk seorang mahasiswa yang mestinya paham betul tentang pentingnya kejujuran. Akibat dari tindakan tersebut, keluarganya mengalami kepanikan dan menanggungrasa malu yang luar biasa. Tapi kita patut mengacungi jempol untuk orang tuanya yang bertanggungjawab dan menyatakan maaf. Setidaknya orang tuanya masih merasa memiliki tanggungjawab pada anaknya sekalipun dalam kondisi yang tidak sepatutnya.(Kompas).

Kejadian-kejadian demikian itu sebenarnya adalah sebuah kondisi yang telah biasa kita temui dalam kehidupan sehari-hari terutama di Jakarta. Bahwa media sekarang semakin jeli dan ditambah oleh tumbuhnya keberanian kritis masyarakat dalam melihat situasi sekitarnya menimbulkan sebuah gelombang kesadaran yang bertambah dahsyat. Bertemunya dua sisi kebutuhan media dan kesadaran masyarakat ini mendorong fenomena umum yang selama ini kita hadapi semakin ditarik ke permukaan dan menekan alam bawah sadar kita. Menekannya sehingga 
akhirnya setelah sekian masa kita berani menyatakan ini keliru dan berani mendorongnya menjadi sebuah gerakan sosial yang signifikan, tak lagi sebatas pada gerutu dan kekesalan di ruang terbatas.

Pemberitaan kedua mewakili fenomena pelanggaran di ruang publik kemudian dilakukan oleh seorang ibu yang barangkali jengah dengan macetnya Jakarta. Keberaniannya yang luar biasa membentak petugas hingga turun sendiri membuka paksa pintu sekali lagi membuat kita tertawa sekaligus miris. Tertawa karena sebenarnya ini bukan berita baru dan kali ini ditampilkan oleh seorang perempuan. Miris karena berita “Anak Jenderal” rasanya belum usai dan disambung oleh ibu pemberani ini. Keberanian yang sekali lagi tidak merepresentasikan kesejatian keberanian sebagai stimulus untuk memperbaiki keadaan. (Detik)

Media yang barangkali berkembang pesat dewasa ini ditambah dengan tersedianya jejaring sosial bagi masyarakat luas telah menunjukkan perannya. Sebuah peran yang sama dalam mendorong terbukanya kesadaran dari kebiasaan-kebiasaan tradisional yang menjebak perkembangan masyarakat kita menuju keadaan yang lebih beradab. Hal ini sudah banyak kali ditunjukkan dengan beberapa kali konektivitas kesadaran masyarakat via jejaring sosial dan didukung media berhasil menumbangkan tembok angkuh lembaga-lembaga maupun pihak yang tidak adil. Pola ini tampaknya akan menghasilkan daya lebih ketimbang sebatas membangun komentar-komentar di setiap pemberitaan. Komentar-komentar yang kecil di tiap pemberitaan itu mestinya akan menjadi lebih besar bila dikelola secara lebih lewat petisi maupun kampanye sosial lainnya.

Tulisan ini adalah salah satu harapan tertulis untuk mengajak banyak rekan dalam integrasi yang sama. Sekarang ruang bersuara kian tak terbatas karena kehadiran teknologi media. Dalam kapasitas yang terbatas , suara-suara kritis di media sosial perlu dikapitalisasi agar menjadi kekuatan yang dapat mendesakkan kepentingan publik pada pihak-pihak yang tidak memiliki integritas dalam pelayanan publik. Atau dalam bentuk yang lain mendukung kebijakan publik yang mendapat perlawanan preman dengan membuat petisi dan cara lain yang membuat kesadaran kritis makin terbangun. Lebih dari itu agar ada pihak terkait yang segera mengambil perannya yang kerap diabaikan.

Hari ini kita menyaksikan sendiri pemberitaan ketiga yang jauh lebih menarik. Masih berkaitan dengan pelanggaran di jalur busway. Seorang supir TransJakarta turun dari bus dan menegur seseorang yang dengan konyolnya memasuki jalur bus way dengan sepeda motornya. Supir tersebut yang merupakan seorang perempuan dengan keberanian dan tanpa takut bahkan menyita kunci motor pelaku yang tak lain adalah seorang oknum Polisi. Bahwa kemudian kejadian tersebut membuat perjalanan busway agak terganggu, namun pada sisi lain ia membuat perjalanan kesadaran kritis kita kian berlanjut. Seorang oknum Polisi bahkan menunjukkan kekonyolan yang nyaris menyebabkan kecelakaan. Bayangkan bila kejadian itu berujung pada kecelakaan, bukankah yang akan dijerat adalah supir busway? Sementara oknum yang melanggar itu sampai kini bahkan tidak diusut dan tidak ditilang sebagaimana didesak oleh supir tersebut yang bernama Deliana, Pramudi TransJakarta JTM060.

Dalam hal ini, kita akan melihat dengan jeli. Pelanggar kali ini adalah benar-benar nyata “Anak Jenderal”. Sekalipun sebatas anak buah, kita akan lihat apakah sikap ksatria yang seperti ditunjukkan oleh Bapak dari Febri yang menipu petugas sebagai “Anak Jenderal” akan diikuti. Sikap ksatria untuk meminta maaf atas kekurangajaran aparat penegak hukum yang mengencingi hukum itu sendiri. Lebih dari itu maaf yang benar-benar disertai sanksi, agar pernyataan sesumbar bahwa Anak Tuhan pun bisa ditilang oleh seorang Pejabat Polda benar-benar dilaksanakan.

Mari kita tunggu Bapak dari “Anak Jenderal” itu menunjukkan kapasitasnya. Mari tetap kawal berita ini dan kita kritisi keteladanan para aparat dan pejabat publik lainnya …

Salam Integritas! Salam aktiPEACE!


Thomas Sembiring, Anggota Biasa PMKRI 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar